Rumah Sakit Mitra Keluarga Tegal dikabarkan memecat 50 persen pegawainya setelah BPJS Kesehatan memutuskan kerja sama akibat terungkapnya kasus klaim fiktif atau phantom billing. Namun, kabar tersebut dibantah oleh Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tegal, M Zaenal Abidin.
Menurut Zaenal, informasi mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap setengah dari jumlah pegawai RS Mitra Keluarga Tegal tidak benar. Setelah mengonfirmasi langsung kepada Direktur RS Mitra Keluarga Tegal, dr Tan Dyono Hermanto, manajemen rumah sakit tersebut menegaskan bahwa tidak ada PHK yang dilakukan.
Manajemen RS Tidak Pernah Melakukan PHK
Zaenal menegaskan, berita PHK tersebut hanyalah rumor. “Pagi tadi, direktur rumah sakit menghubungi saya secara nonformal. Beliau menyatakan bahwa berita mengenai pemecatan 50 persen pegawai di RS Mitra Keluarga Tegal tidak benar. Manajemen rumah sakit tidak pernah melakukan PHK,” ujar Zaenal kepada wartawan di Gedung MPP Kota Tegal, Rabu (9/10/2024).
Zaenal juga menyatakan bahwa pihaknya akan menggelar pertemuan dengan jajaran direksi dan perwakilan manajemen RS Mitra Keluarga Tegal pada Kamis (10/10/2024). Tujuannya adalah untuk memastikan kebenaran kabar tersebut secara langsung.
Kasus Phantom Billing dan Pemutusan Kerja Sama
Kasus ini bermula dari dugaan tagihan fiktif atau phantom billing yang melibatkan dua rumah sakit di wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Tegal, yakni RS Mitra Keluarga Tegal di Kota Tegal dan RS Mitra Keluarga Slawi di Kabupaten Tegal. Kedua rumah sakit tersebut disinyalir menyebabkan kerugian negara hingga mencapai Rp 4,8 miliar akibat klaim fiktif yang diajukan ke BPJS Kesehatan.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Tegal, Chohari, mengungkapkan bahwa tindakan pemutusan kerja sama dilakukan sebagai sanksi terhadap pelanggaran perjanjian yang dilakukan oleh kedua rumah sakit tersebut. Pemutusan kerja sama untuk RS Mitra Keluarga Slawi berlaku sejak Senin (7/10/2024), sedangkan RS Mitra Keluarga Tegal akan mulai dihentikan pada Kamis (10/10/2024).
Permintaan Pengembalian Kerugian Negara
Chohari menyebutkan bahwa BPJS Kesehatan telah meminta kedua rumah sakit tersebut untuk mengembalikan kerugian negara yang timbul akibat klaim fiktif. “Secara perdata, ada tiga hal yang kami pastikan. Pertama, kerugian negara harus dikembalikan. Kedua, kami menegakkan ketentuan perjanjian kerja sama yang memungkinkan pemutusan sepihak. Ketiga, kami memastikan tidak ada kendala dalam pelayanan kepada peserta JKN,” ujar Chohari kepada awak media, Selasa (8/10/2024).
Selain itu, BPJS Kesehatan juga telah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kota Tegal sebagai anggota Tim Pencegahan Kecurangan JKN. Terkait sanksi lainnya, seperti denda atau teguran, menjadi kewenangan Dinas Kesehatan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Komitmen RS Mitra Keluarga untuk Perbaikan Internal
Menanggapi penghentian kerja sama tersebut, pihak RS Mitra Keluarga Tegal mengeluarkan pernyataan resmi yang disampaikan kepada awak media. Dalam surat tertanggal 8 Oktober 2024, manajemen RS Mitra Keluarga menyatakan kesepakatan untuk menghentikan sementara kerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Dalam pernyataan tersebut, manajemen RS Mitra Keluarga Tegal menegaskan komitmennya untuk melakukan perbaikan internal yang menyeluruh. “Keputusan ini diambil dengan pertimbangan agar kualitas dan integritas layanan kesehatan yang kami berikan dapat lebih baik,” tulis pihak rumah sakit.
RS Mitra Keluarga juga menegaskan upaya peningkatan sistem manajemen untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap aspek pelayanan. Mereka menyampaikan permohonan maaf kepada pasien, keluarga pasien, dan semua pihak yang terdampak oleh penghentian kerja sama ini.
Pemindahan Peserta JKN ke Rumah Sakit Terdekat
Seiring dengan pemutusan kerja sama dengan RS Mitra Keluarga, BPJS Kesehatan memastikan bahwa pelayanan terhadap peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tetap berjalan tanpa hambatan. Peserta JKN yang sebelumnya mendapatkan layanan di RS Mitra Keluarga Tegal dan Slawi akan dipindahkan ke rumah sakit lain yang dekat dengan domisili mereka.
“Kami fokus memastikan bahwa peserta JKN tetap mendapatkan pelayanan. Mereka akan kami pindahkan ke rumah sakit terdekat yang bisa melayani sesuai kebutuhan,” ujar Chohari.
Penegasan Sanksi dari BPJS Kesehatan dan Dinas Kesehatan
Selain meminta pengembalian kerugian negara, BPJS Kesehatan juga menyatakan bahwa tindakan ini merupakan bentuk sanksi tegas kepada rumah sakit yang terbukti melakukan kecurangan. Potensi sanksi lainnya, seperti pencabutan izin operasional, akan menjadi kewenangan Dinas Kesehatan sesuai peraturan yang berlaku.
Zaenal Abidin juga menegaskan bahwa Dinas Kesehatan akan terus memantau perkembangan kasus ini. Ia mengingatkan bahwa perbaikan internal di rumah sakit harus dilakukan secara serius untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang.