Ada 6.000 Janda Baru di Cilacap Tahun 2024: Perceraian Meningkat 4,48% Dari Tahun Sebelumnya
Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, mencatat peningkatan kasus perceraian sebesar 4,48% pada tahun 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Data dari Pengadilan Agama Cilacap menunjukkan bahwa pada tahun 2023 terdapat 5.750 kasus perceraian, sedangkan pada tahun 2024 angka tersebut naik menjadi 6.008 kasus. Hal ini berarti ada sekitar 6.000 janda baru di Cilacap sepanjang tahun 2024. Peningkatan ini memicu keprihatinan berbagai pihak, mengingat dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan oleh perceraian, terutama terhadap perempuan dan anak-anak.
Dominasi Cerai Gugat oleh Istri
Menurut AF Maftukhin, Pejabat Humas Pengadilan Agama Cilacap, kasus perceraian di Cilacap didominasi oleh cerai gugat yang diajukan oleh pihak istri. Dari 5.750 kasus perceraian pada tahun 2023, sebanyak 4.178 kasus (72,7%) merupakan cerai gugat, sementara sisanya 1.572 kasus (27,3%) berupa cerai talak. Tren serupa terjadi pada tahun 2024, di mana dari 6.008 kasus perceraian, 4.456 kasus (74,2%) merupakan cerai gugat, dan 1.552 kasus (25,8%) berupa cerai talak.
“Faktor yang paling dominan dalam pengajuan cerai gugat oleh istri adalah suami tidak bertanggung jawab dalam memberikan nafkah. Selain itu, ada juga faktor KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), kehadiran pihak ketiga, salah satu pihak yang bekerja ke luar negeri, dan yang terakhir adalah judi online,” jelas Maftukhin.
Judi Online Jadi Pemicu Baru Perceraian
Salah satu fenomena yang mencolok dalam kasus perceraian di Cilacap adalah meningkatnya jumlah cerai gugat yang dipicu oleh judi online. Maftukhin mengungkapkan bahwa sejak beberapa bulan terakhir tahun 2024 hingga Januari 2025, hampir 10% perkara yang diterima Pengadilan Agama Cilacap merupakan permohonan cerai gugat yang disebabkan oleh kebiasaan suami bermain judi daring.
“Judi online menjadi tren baru yang memicu perceraian. Banyak istri yang merasa tidak sanggup lagi menanggung beban ekonomi karena suami lebih banyak menghabiskan uang untuk judi daripada memenuhi kebutuhan keluarga,” ujarnya.
Kecamatan Majenang Paling Tinggi Kasus Perceraian
Jika dilihat berdasarkan data per kecamatan, kasus perceraian tertinggi pada tahun 2024 terjadi di Kecamatan Majenang. Di wilayah ini, tercatat sebanyak 407 kasus perceraian, terdiri dari 120 cerai talak dan 287 cerai gugat. Faktor-faktor yang memicu perceraian di Majenang beragam, mulai dari masalah ekonomi, KDRT, hingga perselingkuhan.
“Kecamatan Majenang menjadi wilayah dengan kasus perceraian tertinggi di Cilacap. Ini perlu menjadi perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat setempat,” kata Maftukhin.
Kisah Kus: Cerai Gugat karena Suami Tak Beri Nafkah
Salah satu cerita yang mewakili banyak kasus perceraian di Cilacap adalah kisah Kus (nama samaran), seorang ibu rumah tangga yang memutuskan untuk mengajukan cerai gugat karena suaminya tidak lagi memberikan nafkah. Kus mengaku sudah lama menanggung beban ekonomi keluarga sendirian, sementara suaminya tidak bertanggung jawab.
“Saya menggugat sendiri karena saya sudah berpikir matang. Setelah ini, saya berencana ke luar negeri untuk mencari nafkah buat anak-anak saya,” ujar Kus dengan nada tegas namun sedih.
Kisah Kus bukanlah hal yang aneh di Cilacap. Banyak perempuan yang terpaksa mengambil langkah serupa karena merasa tidak ada lagi harapan untuk mempertahankan rumah tangga mereka. Dampak dari perceraian ini tidak hanya dirasakan oleh pasangan suami-istri, tetapi juga oleh anak-anak yang harus menghadapi perubahan drastis dalam kehidupan mereka.
Dampak Sosial dan Ekonomi Perceraian
Peningkatan kasus perceraian di Cilacap membawa dampak sosial dan ekonomi yang signifikan. Banyak perempuan yang menjadi janda harus menanggung beban ekonomi sendirian, sementara anak-anak mereka berisiko mengalami masalah psikologis dan pendidikan. Selain itu, perceraian juga dapat memicu masalah sosial lainnya, seperti kemiskinan dan ketidakstabilan keluarga.
Maftukhin menekankan pentingnya peran pemerintah dan masyarakat dalam memberikan dukungan kepada para janda dan anak-anak yang terdampak perceraian. “Mereka butuh bantuan, baik secara ekonomi maupun psikologis. Pemerintah dan lembaga sosial harus turun tangan untuk membantu mereka,” ujarnya.
Upaya Pencegahan dan Solusi
Untuk mengatasi peningkatan kasus perceraian, diperlukan upaya pencegahan yang komprehensif. Salah satunya adalah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga keharmonisan rumah tangga. Pendidikan pranikah dan konseling keluarga dapat menjadi solusi untuk mengurangi angka perceraian.
Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan perhatian serius terhadap faktor-faktor pemicu perceraian, seperti masalah ekonomi, KDRT, dan judi online. Program pemberdayaan ekonomi keluarga dan penegakan hukum terhadap pelaku KDRT serta praktik judi online harus ditingkatkan.
“Kami berharap ada sinergi antara pemerintah, lembaga keagamaan, dan masyarakat untuk bersama-sama mengatasi masalah ini. Perceraian bukan hanya urusan pribadi, tetapi juga masalah sosial yang membutuhkan solusi kolektif,” kata Maftukhin.
Meskipun kasus perceraian di Cilacap mengalami peningkatan, masih ada harapan untuk mengurangi angka tersebut di masa depan. Dengan upaya pencegahan yang tepat dan dukungan dari berbagai pihak, diharapkan keluarga-keluarga di Cilacap dapat lebih harmonis dan sejahtera.
“Kami berkomitmen untuk terus bekerja sama dengan semua pihak dalam menangani masalah perceraian. Tujuannya adalah menciptakan keluarga yang kuat dan bahagia, demi masa depan anak-anak dan masyarakat Cilacap,” pungkas Maftukhin.

Tinggalkan Balasan