Program sekolah swasta gratis yang menjadi sorotan publik pasca putusan Mahkamah Konstitusi ternyata belum dapat direalisasikan pada tahun 2025. Kendala utama yang dihadapi adalah koordinasi anggaran yang masih memerlukan perhitungan cermat dari berbagai pihak terkait.
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Atip Latipulhayat menegaskan bahwa implementasi sekolah swasta gratis tidak mungkin dapat dilaksanakan pada tahun 2025 ini. “Tampaknya itu tidak mungkin bisa dilaksanakan untuk tahun ini. Kita harus melakukan koordinasi dan menghitung dengan cermat dari anggaran yang ada,” kata Wamendikdasmen di Jakarta, Selasa.
Meskipun implementasi sekolah swasta gratis tertunda, pemerintah tidak tinggal diam. Atip menyebutkan pihaknya kini tengah melakukan koordinasi dengan berbagai kementerian/lembaga terkait, khususnya Kementerian Keuangan untuk segera mematangkan konsep sekolah swasta gratis.
Kolaborasi lintas kementerian, terutama dengan Kementerian Keuangan, menjadi fokus utama karena aspek pembiayaan merupakan inti dari kebijakan ini. “Karena esensinya itu kan menyangkut masalah anggarannya, seperti itu. Jadi, kita melakukan koordinasi-koordinasi,” ucap Atip Latipulhayat.
Menurut Wamendikdasmen, kolaborasi lintas kementerian, khususnya Kementerian Keuangan menjadi perhatian utama, sebab anggaran menjadi esensi dari implementasi kebijakan tersebut.
Program sekolah swasta gratis ini lahir sebagai konsekuensi dari putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah lanskap pendidikan nasional. Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa negara, dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah, harus menggratiskan pendidikan dasar yang diselenggarakan pada satuan pendidikan SD, SMP, dan madrasah atau sederajat, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Putusan bersejarah ini muncul karena MK menilai adanya ketidakadilan dalam sistem pendidikan nasional. MK menyatakan frasa “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) telah menimbulkan multitafsir dan perlakuan diskriminatif, sehingga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, MK dalam amar putusannya melakukan perubahan fundamental terhadap norma pendidikan nasional. MK mengubah norma frasa Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas menjadi: “Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat.”
Perubahan ini secara eksplisit menyatakan bahwa sekolah swasta gratis bukan lagi wacana, melainkan kewajiban konstitusional yang harus dipenuhi pemerintah.