Ahmad Karomi, pemilik Omah Petrok Jepara, berhasil menciptakan inovasi baru dalam industri tenun ikat dengan memanfaatkan pewarna alami. Pewarna tersebut diperoleh dari bahan-bahan yang tersedia di sekitar lingkungannya, yang tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga memberikan nilai tambah bagi limbah lokal yang sebelumnya tidak terpakai.
Berfokus pada penggunaan limbah kulit kayu mauni, yang biasanya diabaikan dalam industri mebel di Jepara, sebagai salah satu sumber pewarna alami. Dari bahan-bahan alami ini, Omah Petrok mampu menghasilkan berbagai warna menarik, seperti cokelat dari kulit kayu mauni, merah bata, biru dari tumbuhan indigo vera, serta kuning dari daun ketapang dan daun mangga. Meskipun variasi warna yang dihasilkan masih terbatas, Karomi dan timnya memanfaatkan spektrum gelap dan terang untuk menciptakan variasi dalam produk tenun ikat mereka.
“Variasi warna memang terbatas. Tapi kami bermain di spektrum gelap terangnya,” ujar Karomi dalam wawancara bersama Pro 3 RRI pada Sabtu, 31 Agustus 2024.
Sejak berdirinya Omah Petrok pada tahun 2017, Karomi telah konsisten dalam menggunakan pewarna alami untuk produksi kain tenun ikat. Meskipun pasar untuk produk dengan pewarna alami masih relatif kecil dan cenderung terbatas pada kalangan menengah ke atas, Karomi tetap berkomitmen terhadap pendekatan ramah lingkungan ini.
Produk-produk dari Omah Petrok, seperti selendang yang dibanderol mulai dari Rp350.000 hingga kain yang lebih besar dengan harga mencapai Rp1.000.000, memerlukan proses produksi yang rumit dan memakan waktu. Hal ini menjadikan produk mereka eksklusif dan bernilai tinggi.
“Harga produk kami memang cukup tinggi… Ini karena proses produksinya memakan waktu dan tenaga yang tidak sedikit,” jelas Karomi.
Melihat potensi besar dari tenun ikat berbahan pewarna alami, Omah Petrok berencana mengembangkan studio tenun yang berfungsi sebagai pusat penelitian dan pengembangan (R&D). Studio ini akan menjadi tempat untuk mengembangkan teknik-teknik baru dalam tenun, serta merangkul komunitas lokal untuk bersama-sama menjaga dan mengembangkan kerajinan tradisional ini.
“Kami bercita-cita menjadikan studio ini sebagai lembaga R&D kecil-kecilan untuk merangkul tenun sebagai kerajinan warga,” ungkap Karomi. Namun, ia juga menambahkan bahwa untuk merealisasikan rencana ini, mereka masih membutuhkan tambahan modal.