JAKARTA, WargaBerita – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) melaporkan Bahlil ke KPK atas dugaan korupsi dalam hal pencabutan izin tambang. Bahlil diduga meminta fee kepada perusahaan-perusahaan yang izinnya ingin diputihkan.
Namun mengenai laporan tersebut, pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan laporan itu masih dalam proses di Pengaduan Masyarakat (Dumas).
“Pengaduan masyarakat, kan, batasannya itu 40 hari kerja. Dan itu hanya bisa disampaikan kepada pihak pelapor,” kata Juru bicara Penindakan dan Kepegawaian KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (2/4/2024).
Ali Fikri mengatakan, secara teknis KPK tak bisa mempublikasikan lebih lanjut hasil koordinasi dan komunikasi dengan pihak pelapor, termasuk dalam pada laporan JATAM terhadap Bahlil ke KPK.
“Kami tak bisa sampaikan itu secara detail. Sama ketika nanti di penyelidikan, dalam kasus yang lain juga tentu tidak bisa kemudian menyampaikan,” katanya.
Koordinator JATAM, Melky Nahar menyatakan langkah organisasinya melaporkan Bahlil ke KPK merupakan upaya mereka untuk memastikan keadilan dan kebenaran terungkap.
“KPK adalah instrumen pemeriksa untuk menemukan pihak yang secara umum biasanya hampir tidak pernah diperiksa secara serius,” kata Melky di depan Gedung Merah Putih KPK, Selasa (19/3/2024).
Mereka menekankan pentingnya KPK untuk segera mengusut laporan ini guna membongkar fakta-fakta yang terungkap ke publik.
Sementara itu, investigasi Majalah Tempo edisi 3 Maret 2024 juga melaporkan dugaan permainan izin tambang Bahlil.
Ia diduga menyalahgunakan wewenang dalam pencabutan dan perpanjangan izin usaha pertambangan (IUP) dengan mematok tarif atau fee Rp 5-25 miliar untuk menghidupkan kembali IUP yang telah dicabut.
Hingga laporan itu tayang, Bahlil tak memberikan jawaban saat dimintai konfirmasi. Belakangan saat rapat bersama DPR RI ia membantah melakukan permainan izin tambang dan meminta fee.
Bahlil sempat mengadukan liputan Tempo tersebut ke Dewan Pers. Namun, Dewan Pers menyatakan liputan tersebut tidak melanggar etik.
Di sisi lain, Dewan Pers juga memerintahkan Tempo minta maaf spesifik terkait keterangan sampul yang keliru.
Tempo menyebut “Menteri Bahlil mencabut ribuan izin nikel”. Seharusnya, kata “ribuan” tertulis “ratusan” karena faktanya baru 109 izin usaha nikel yang dicabut. Sementara kata ribuan mengacu pada 2.078 izin usaha pertambangan secara keseluruhan yang dicabut Bahlil.
Tak hanya itu, Bahlil juga melaporkan sumber anonim Tempo ke Bareskrim Polri dengan tuduhan pencemaran nama baik, meski oleh Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) langkah ini mengancam kebebasan pers di Indonesia.
- Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
- Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
- Redaksi :[email protected]
- Kontak : [email protected]
https://www.youtube.com/watch?v=videoseries