Menghadapi pembekuan dana federal senilai lebih dari 2 miliar dolar AS (sekitar Rp33 triliun), Universitas Harvard mengambil langkah strategis dengan mengalokasikan 250 juta dolar AS (sekitar Rp4,1 triliun) dari dana internal untuk mendukung proyek-proyek penelitian yang terdampak.
Strategi Darurat Harvard Hadapi Krisis Pendanaan
Presiden Harvard Alan Garber pada Rabu (14/5) mengumumkan keputusan tersebut sebagai respons terhadap pembekuan hibah senilai lebih dari dua miliar dolar AS dan kontrak senilai 60 juta dolar AS (sekitar Rp992 miliar) oleh pemerintahan Presiden Donald Trump.
Dalam pesan kepada komunitas universitas, Garber bersama Rektor Harvard John Manning menyatakan bahwa para pemimpin sekolah akan bekerja sama dengan para peneliti untuk membuat penyesuaian yang cermat terhadap program mereka sebagai tanggapan terhadap tantangan pendanaan tersebut.
“Meski kami tidak dapat menyerap seluruh biaya dana federal yang ditangguhkan atau dibatalkan, kami akan memobilisasi sumber daya keuangan untuk mendukung aktivitas penelitian penting selama masa transisi sambil terus bekerja dengan para peneliti kami untuk mengidentifikasi sumber pendanaan alternatif,” kata keduanya.
Pemotongan Gaji Pimpinan Universitas
Harvard Crimson, surat kabar kampus Harvard, melaporkan bahwa Presiden Garber akan menerima pemotongan gaji sukarela sebesar 25 persen untuk tahun fiskal 2026 sebagai bagian dari respons terhadap pemotongan dana federal tersebut. Informasi ini dikonfirmasi oleh juru bicara universitas Jonathan Swain.
Langkah pemotongan gaji pimpinan universitas ini menunjukkan keseriusan Harvard dalam menghadapi krisis pendanaan yang terjadi, sekaligus menjadi simbol solidaritas pimpinan terhadap komunitas peneliti yang terdampak langsung oleh pembekuan dana.
Kontroversi di Balik Pembekuan Dana
Pembekuan dana oleh pemerintahan Trump terhadap Harvard dan beberapa universitas lainnya dilatarbelakangi oleh kontroversi seputar protes kampus yang mendukung Palestina dan program keberagaman, kesetaraan dan inklusi (DEI) yang dijalankan universitas.
Sebagai bagian dari proses tersebut, pemerintah membentuk Gugus Tugas Federal untuk Memerangi Antisemitisme yang bekerja sama dengan Departemen Kehakiman, Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan, Departemen Pendidikan, dan Administrasi Layanan Umum.
Gugus tugas inilah yang kemudian memutuskan untuk membekukan pendanaan senilai 2,2 miliar dolar AS dan kontrak senilai 60 juta dolar AS untuk Harvard. Menanggapi keputusan tersebut, Harvard mengajukan gugatan hukum dengan argumen bahwa pembekuan pendanaan federal tersebut melanggar hukum.
Pembekuan Dana Tambahan
Situasi semakin memburuk ketika pada Selasa (13/5), pemerintah kembali membekukan hibah dan kontrak federal senilai 450 juta dolar AS (sekitar Rp7,4 triliun) untuk Harvard. Pemerintah menuduh universitas gagal mengambil tindakan terhadap antisemitisme dan diskriminasi terhadap orang kulit putih di kampus.
Total pembekuan dana federal untuk Harvard kini mencapai lebih dari 2,7 miliar dolar AS, sebuah angka yang sangat signifikan bahkan bagi universitas sekaliber Harvard yang memiliki dana abadi (endowment fund) terbesar di dunia.
Dampak pada Komunitas Penelitian
Pembekuan dana ini tentu memberikan dampak besar pada komunitas penelitian Harvard yang selama ini banyak mengandalkan hibah federal untuk berbagai proyek riset penting di bidang sains, kesehatan, teknologi, dan humaniora.
Meskipun Harvard mengalokasikan 250 juta dolar AS untuk mendukung proyek-proyek yang terdampak, jumlah tersebut hanya sekitar 9% dari total dana federal yang dibekukan. Hal ini mengindikasikan bahwa banyak proyek penelitian mungkin harus diperkecil skalanya, ditunda, atau bahkan dibatalkan.
Para peneliti di Harvard kini dihadapkan pada tantangan untuk mencari sumber pendanaan alternatif, baik dari lembaga filantropi, industri swasta, maupun kolaborasi internasional untuk memastikan keberlanjutan penelitian mereka.